Pages

Minggu, 13 November 2011

Alangkah Lucunya Negeri Ini

Banyak orang beranggapan pendidikan tinggi akan membawa pekerjaan yang layak. Padahal, realita yang terjadi di lapangan menunjukkan pendidikan tidak lagi menjanjikan masa depan manis.
 

Benarkah pendidikan akan menjamin seseorang mendapatkan pekerjaan? Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana. Namun  Anda mungkin akan memeras otak untuk mendapatkan jawabannya. Tentu saja mereka yang mempunyai pengetahuan yang luas akan lebih berkualitas jika dibandingkan dengan mereka yang tak pernah mengenyam bangku pendidikan. Sarjana itu penuh potensi. Namun asumsi ini tidak dapat menjelaskan fenomena “Sarjana Pengangguran” yang berkeliaran di luar sana. Jika orang yang berpendidikan saja tetap menjadi pengangguran bagaimana dengan kondisi mereka yang bukan sarjana, lebih buruk? Masih penting kah pendidikan?
Kondisi ini berhasil digambarkan secara apik oleh film garapan sutradara Deddy Mizwar, Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Dari judulnya saja, terlihat film ini ingin menyentil kita untuk berempati pada keadaan negeri sendiri.  Kondisi masyarakat yang terdesak oleh kemiskinan menjadi alasan tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi. Kekerasan dan eksploitasi tenaga anak - anak terlantar  juga seakan sudah menjadi budaya. Lihat saja di lingkungan sekitar kita bagaimana anak – anak menjadi pengemis bahkan ada yang membawa bayi, entah bayi siapa itu. Padahal undang – undang negera telah menjamin akan memelihara mereka. Sebuah paradoks yang tak aneh lagi. Kepercayaan antara  Pemimpin negeri dan rakyatnya sudah pudar. Tak salah jika terjadi tuduh – menuduh siapa yang salah atas kondisi yang berlangsung saat ini. Pemerintah menganggap rakyatnya susah diatur dan rakyat berpikir  pemerintah hanya men’copet’ uang mereka saja. Seperti celetukkan para pencopet cilik di film ini ketika berada di Gedung MPR, “Mereka nyopetnya gimana ya?”.
                Adegan awal film ini dibuka oleh Muluk (Reza Rahadian) yang  mengamati sekelompok anak  kecil yang sedang mencopet di tengah keramaian pasar. Muluk yang merupakan Sarjana Manajemen, hampir dua tahun belum mendapatkan pekerjaan. Padahal untuk melamar Rahma (Sonia), Muluk  harus memiliki  penghasilan. Ada juga tokoh  pengangguran berpendidikan lainnya seperti Samsul (Asrul Dahlan), sarjana pendidikan yang kerjanya main gaple di pos ronda dan Pipit (Ratu T. Bravani) sebagai sarjana D3 yang kerjanya mengadu untung di program kuis TV. Dalam usahanya  mendapatkan pekerjaan. Takdir mempertemukan  Muluk dengan  pencopet cilik  bernama Komet (Angga). Komet merupakan salah satu anak buah Jarot (Tio Pakusadewo). Cerita terus mengalir hingga Muluk dibantu Samsul dan Pipit menjadi “Manager Keuangan” kelompok tersebut. Muluk mengusahakan mereka mendapatkan pendidikan dari hasil jerih payah mereka. Namun, di sisi lain konflik mulai timbul saat Muluk berbohong tentang pekerjaannya. Kepada ayahnya, Pak Makbul (Deddy Mizwar), Muluk hanya menyatakan dirinya telah bekerja di bagian Sumber Daya Manusia. Dengan bangga, Pak Makbul menyampaikan berita tersebut ke Haji Sarbini (Jaja Mihardja), calon besannya. Pak Makbul, Haji Sarbini (calon mertua Muluk), juga Haji Rahmat (Slamet Rahardjo), ayah Pipit, senang melihat anak-anak mereka sudah bekerja. 
Film Alangkah Lucunya (negeri ini) sepertinya tak main – main saat memasang aktor ternama seperti Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, serta Reza Rahadian untuk menghidupkan karakter tokoh dalam cerita. Sebagai tokoh utama contohnya, Reza Rahadian berhasil memerankan tokoh Muluk yang revolusioner. Reza Rahadian sendiri merupakan peraih Piala Citra sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik di film Perempuan Berkalung Sorban dan merupakan aktor yang layak diperhitungkan dalam ranah hiburan tanah air. Deddy Mizwar , sang sutradara, sudah tak tak dapat diragukan lagi kredibilitasnya. Ia telah banyak menyutradarai film yang mengangkat kondisi rakyat tanah air, seperti ‘Ketika’(2004),’ Naga Bonar jadi 2’(2007), dan ‘Kentut’(2011). Tak terhitung torehan nama Deddy Mizwar di Festival Film Indonesia lewat karya – karyanya tersebut. Belum lagi peran pendukung lainnya yang sudah riwa – riwi panggung hiburan Indonesia serta sebagian besar sudah menggenggam piala citra di tangannya.
Dialog segar hasil besutan penulis Musfar Yasin dalam film yang diproduksi tahun 2010  ini, menyuguhkan kritikan berbalut humor. Lihat saja bagaimana ungkapan “Pendidikan itu penting. Karena berpendidikan, maka kita tahu bahwa pendidikan itu tidak penting!” benar – benar menggelitik perut namun tetap ada kritikan implisit di dalamnya. Skenario yang dibawakan dapat memperkuat suasana kemiskinan dan pengangguran yang menjadi permasalahan utama. Hampir semua isu dari berbagai aspek kehidupan disoroti disini.
Begitu dalamnya pesan yang ingin disampaikan oleh film ini dikemas secara rapi dan menarik. Penggarapannya yang melibatkan orang – orang berbakat, mulai dari aktor, penulis skenario, hingga sutradaranya menjadi sebuah nilai lebih untuk menonton film ini. Pembawaan film yang ringan, humor segar, serta moral mendalam dapat Anda rasakan setelah menyaksikan film ini.



0 komentar:

Posting Komentar